Berikut adalah partai politik selama masa orde baru, kecuali..
A. Golongan Karya (Golkar)
B. Partai Kesejahteraan Sosial (PKS)
C. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
D. Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
Selama masa Orde Baru, yang berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998 di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, sistem politik Indonesia mengalami perubahan signifikan yang berdampak langsung pada partai politik. Orde Baru menerapkan kontrol ketat terhadap aktivitas politik dan partai-partai politik sebagai bagian dari upaya untuk menjaga stabilitas dan mengkonsolidasikan kekuasaan. Berikut adalah penjelasan rinci mengenai partai politik selama masa Orde Baru:
1. Pengaturan Ulang Sistem Partai Politik
Pada awal masa Orde Baru, ada puluhan partai politik yang beroperasi di Indonesia, sisa dari era Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin. Namun, Soeharto melihat keberadaan banyak partai ini sebagai ancaman terhadap stabilitas politik yang ingin dia bangun. Oleh karena itu, pemerintah Orde Baru melakukan langkah-langkah pengaturan ulang sistem partai politik.
Pada tahun 1973, pemerintah memaksa semua partai politik untuk bergabung menjadi hanya tiga kekuatan politik utama. Ini dilakukan melalui proses yang dikenal sebagai fusi atau penggabungan partai, yang secara drastis mengurangi jumlah partai politik menjadi hanya tiga kelompok:
2. Tiga Partai Politik Utama
- Partai Persatuan Pembangunan (PPP):
- Fusi: PPP merupakan hasil penggabungan dari empat partai berbasis Islam, yaitu Nahdlatul Ulama (NU), Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti).
- Ideologi: PPP mengusung ideologi Islam dan menjadi satu-satunya partai politik berbasis Islam yang diizinkan beroperasi selama masa Orde Baru.
- Peran: Sebagai partai yang mewakili kepentingan umat Islam, PPP berusaha untuk tetap mempertahankan identitas keislamannya meskipun di bawah tekanan pemerintah Orde Baru yang menghendaki penyesuaian ideologis. Pada tahun 1984, PPP dipaksa untuk menerima Pancasila sebagai asas tunggal, menggantikan asas Islam.
- Partai Demokrasi Indonesia (PDI):
- Fusi: PDI merupakan hasil penggabungan dari lima partai nasionalis dan Kristen, yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Katolik, Partai Murba, dan Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI).
- Ideologi: PDI mengusung ideologi nasionalis dan sekuler, dengan basis pendukung yang berasal dari kelompok nasionalis, Kristen, Katolik, dan aliran politik minoritas lainnya.
- Peran: PDI sering kali menjadi partai yang berada di posisi oposisi terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah Orde Baru, meskipun ruang geraknya sangat dibatasi. Pada tahun 1990-an, di bawah kepemimpinan Megawati Soekarnoputri, putri Sukarno, PDI mulai mendapatkan popularitas yang lebih besar, yang kemudian berujung pada konflik internal dan intervensi pemerintah pada tahun 1996.
- Golongan Karya (Golkar):
- Fusi: Meskipun Golkar tidak dianggap sebagai partai politik dalam pengertian tradisional, organisasi ini berfungsi sebagai kekuatan politik utama yang mendukung Soeharto. Golkar awalnya merupakan federasi dari berbagai organisasi profesi, kelompok masyarakat, dan birokrat yang kemudian dijadikan alat politik pemerintah.
- Ideologi: Golkar mengusung ideologi Pancasila dan menekankan pada pembangunan, stabilitas, dan modernisasi.
- Peran: Golkar secara efektif menjadi alat utama Soeharto untuk mempertahankan kekuasaan. Golkar selalu memenangkan pemilu selama Orde Baru karena dukungan dari birokrasi, militer, dan kontrol ketat pemerintah terhadap proses pemilihan umum. Pegawai negeri sipil (PNS) diwajibkan untuk mendukung Golkar, yang menjadi kekuatan politik dominan di Indonesia selama era Orde Baru.
3. Asas Tunggal Pancasila
Pada tahun 1985, pemerintah Orde Baru mewajibkan semua partai politik dan organisasi sosial-politik untuk mengadopsi Pancasila sebagai asas tunggal. Ini adalah upaya untuk menghilangkan ideologi-ideologi lain, seperti Islamisme dan komunisme, dari politik Indonesia dan memperkuat kontrol pemerintah atas aktivitas politik. Kebijakan ini membuat PPP terpaksa meninggalkan asas Islamnya dan mengadopsi Pancasila sebagai asasnya.
4. Pemilu yang Dikontrol Ketat
Pemilihan umum (Pemilu) selama masa Orde Baru diadakan secara rutin setiap lima tahun, dimulai pada tahun 1971. Namun, pemilu-pemilu ini dikontrol secara ketat oleh pemerintah untuk memastikan kemenangan Golkar. Pemerintah menggunakan berbagai cara untuk memanipulasi hasil pemilu, termasuk melalui kontrol media, intimidasi terhadap lawan politik, dan pengaturan sistem perwakilan yang menguntungkan Golkar.
5. Penindasan terhadap Oposisi
Oposisi politik di bawah Orde Baru hampir tidak memiliki ruang untuk beroperasi secara bebas. Pemerintah Soeharto menggunakan aparat keamanan, termasuk militer dan polisi, untuk menekan lawan-lawan politik. Aktivis, mahasiswa, dan tokoh-tokoh politik yang menentang kebijakan pemerintah sering kali ditangkap, diintimidasi, atau dihilangkan. Kasus pelanggaran hak asasi manusia, seperti penangkapan dan pembunuhan di luar proses hukum, menjadi ciri khas dari upaya pemerintah untuk mempertahankan stabilitas politik.
6. Peran Militer dalam Politik
Militer memainkan peran yang sangat dominan dalam politik selama Orde Baru. Soeharto, yang berasal dari militer, memanfaatkan hubungan erat dengan Angkatan Darat untuk menjaga kekuasaannya. Militer terlibat langsung dalam pemerintahan melalui konsep Dwi Fungsi ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), yang memberikan peran ganda kepada militer sebagai penjaga keamanan sekaligus pelaku politik. Banyak perwira militer menduduki posisi penting dalam pemerintahan dan Golkar.
7. Krisis Legitimasi di Akhir Orde Baru
Pada akhir 1990-an, legitimasi Orde Baru dan Golkar mulai terkikis karena krisis ekonomi yang melanda Asia, termasuk Indonesia, pada tahun 1997-1998. Krisis ini memperburuk ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintah yang korup dan otoriter. Ketika demonstrasi dan kerusuhan meluas di seluruh negeri, Soeharto kehilangan dukungan dari militer dan partai politik lainnya, yang akhirnya memaksa dia untuk mengundurkan diri pada Mei 1998.
8. Akhir Orde Baru dan Transisi ke Reformasi
Pengunduran diri Soeharto pada Mei 1998 menandai berakhirnya era Orde Baru dan awal dari era Reformasi. Dalam era ini, sistem politik Indonesia mengalami perubahan besar dengan pembubaran Dwi Fungsi ABRI, liberalisasi politik, dan kembalinya multipartai yang sebenarnya. Partai-partai politik yang sebelumnya ditekan atau dibatasi mulai muncul kembali dan berkompetisi dalam pemilu yang lebih bebas dan adil.
Masa Orde Baru adalah periode ketika partai politik di Indonesia berada di bawah kontrol ketat pemerintah dengan tujuan menjaga stabilitas politik dan mengkonsolidasikan kekuasaan Soeharto. Namun, kebijakan tersebut juga mengakibatkan penindasan terhadap kebebasan politik dan pengurangan peran oposisi, yang pada akhirnya berkontribusi pada krisis legitimasi dan kejatuhan rezim Soeharto.
Jawaban dari Pertanyaan
B. Partai Kesejahteraan Sosial (PKS)